Translate

mardi 6 octobre 2015

Kau tidak pernah mencintai malam. Malam lah yang mencintaimu.

Kamu percaya ada malam yang indah?
Kamu suka bulan purnama yang bulat penuh? Atau si sabit yang melengkung itu?
Kamu suka taburan bintang di langit?

Biar kujelaskan sedikit. Sedikit saja.
Tidak perlu sampai kau mengerti. Apalagi sampai kau terenyuh dan merasakan sesuatu. Sesuatu yang sama. Yang saat ini kurasakan padamu.
Hahahahahaha
Sudah tentu tidak mungkin.

Dengar. Bagiku, malam tetaplah malam.
Gelap. Pekat.
Bagaikan kita.
Sorry, mungkin aku saja.
Bagaikan perjalananku menuju padamu. Melintasi lorong gelap yang sama sekali tak ada cahaya nampak.
Gelap dan sepi. Gelap bagaikan tak berujung. Sepi yang tak berujung.
Kau tahu?
Itu menyakitkan.
Dimana aku berjuang keras menelusuri lorong gelap dari titik permulaan ini. Hanya untuk menemukanmu. Yang aku sendiri pun tahu lorong ini tak berujung. Sama sekali tak berujung.
Bukan labirin yang rumit.
Hanya sekedar lorong gelap yang lurus. Lurus dan tetap lurus. Tanpa tikungan.
Lurus dan datar. Tanpa tanjakan. Tanpa turunan.
Hanya lorong gelap yang tak berujung.
Kau fikir aku terlalu cepat mengambil kesimpulan?
Aku rasa tidak.
Seperti kubilang tadi. Lurus. Datar.
Jikalau menurutmu setia lorong selalu ada ujung, dimanakah setitik cahaya diujung keluar itu?
Oh. Atau mungkin di luar sana juga gelap gulita?
Aku sudah tahu. Intinya tetap saja satu kata yang menggambarkan perjalananku ini. Satu kata yang akan jadi akhir perjuanganku.
PERCUMA.
Itulah malam indahmu.
Aku.
Akulah malam indahmu.
Gunakan logikamu.

Dan rembulan yang takkan pernah tergoyahkan dari singgasananya di sudut malam.
Kau suka?
Maka aku adalah rembulan.
Kau tahu? Rembulan bersinar?
Tidak.
Rembulan hanya meminjam cahaya si bintang.
Yah sepeeri namanya. Bintang. Superstar. Yang mampu menarik perhatianmu.
Begitulah aku.
Kau suka?
Sadar tidak sadar, ada satu, atau mungkin beberapa, bintang yang membuatmu suka pada aku sang rembulan.
Nanti ketika bintang itu redup dan menghilang, kesukaanmu pada rembulan pun memudar. Sampai habis digantikan bintang lain yang benar-benar bintang.
Kenapa?
Karena rembulan hanya satu. Sementara bintang, alangkah banyak di malam indahmu.
Gunakan logikamu.

Dan terakhir.
Gemintang yang bertabur di langit malam.
Kau pun suka?
Bintang yang bertabur di langit malam indahmu.
Bagiku tak lebih dari taburan coklat mesis di atas roti tawar.
Tawar tetaplah tawar. Hanya sedikit pemanis belaka.
Seperti hari-hariku bersamamu yang diselingi tawa indahmu. Senyum manismu. Kepura-puraanmu.
Seperti balasanmu pada perasaanku. Tawar. Hanya diberi taburan rasa tidak enak. Tawa indahmu. Senyum manismu. Kepura-puraanmu.
Yang sebenarnya tetap tawar. Tak terbalaskan. Menyakitkan. Mungkin bagiku, tidak untukmu.
Itulah kita. Kita yang sebenarnya.
Gunakan logikamu.

Jadi jika kau tetap menyukai malam, silahkan berfikir ulang. Sebelum aku yang mengungkapkan.
Akulah malam indahmu.
Dan aku sadar.
Aku hanyalah malam.
Indah bagimu.
Indah dengan komparasi yang sebatas itu.
Aku pun sadar.
Hidupmu terbagi 2 waktu yang berbeda.
Akulah malammu.
Bukan siangmu.
Kamu punya kehidupan lain di siangmu.
Kehidupanmu yang nyata. Tempat kau berbagi canda. Suka. Duka. Tawa. Bahagia. Luka.
Siang dimana kehidupanmu yang seharusnya. Bertegur sapa bukan dengan bintang. Tapi dengan mentari. Mentari yang tidak akan pernah berhenti bersinar hingga langitmu runtuh.
Sementara malam hanyalah waktu yang menemanimu hingga kau terlelap. Hingga kau terjaga.
Yang mungkin hanya akan menemukan keindahan itu di dalam mimpi.
Itulah aku.
Akulah sang malam.
Yang kau tidak pernah tahu.
Malam akan selalu setia menemanimu. Hingga nanti si mentari menjemputmu kembali.
Gunakan logikamu.

Aucun commentaire:

Featured Post

L'herbe du voisin est plus verte, mais la nôtre est plus épaisse

Peut-être que ma vie est trop une blague. Parce que pour moi dans la vie, on ne peut pas être trop sérieux. Parfois, nous avons besoin d'...